“...Kita michi to yukisaki furikaereba itsudemo
Okubyou na me wo shite ita boku
Mukiaitai demo sunao ni narenai
Masugu ni aite wo aisenai hibi wo
Kurikaeshite wa hitori bocchi wo iyagatte
Ano hi no boku wa mukizu no mama de hito wo aisou to shite ita…”
“Aisaretai demo aisou to shinai... la, la, la, laaaa...” kataku sambil sesekali bernyanyi. Tak kusangka, aku sudah selesai mandi. Cepat juga ya? Ah, tak usah dipikirkan, lebih baik memikirkan si ... Ah! Jadi malu nih. Hehehe...
Setelah berpakaian yang rapi, sarapan, dan memberi salam pada orang tuaku, aku menaiki mobil dan bergegas menuju kampus. Sebelum itu, aku akan menjemput Sayu terlebih dahulu.
“Tin..tin..” terdengarlah dengan keras suara klakson mobilku ke arah rumah Sayu. Memang, aku sengaja bangun pagi agar aku bisa santai dulu bersamanya. Tapi kali ini Sayu sudah rapi, dan tentunya cantik.
“Tumben,” kataku dalam hati. “Biasanya dia biangnya males kalo bangun pagi,”
“Wah, wah, wah... Ada badai apaan ya? Kok lo bisa berubah kayak gini, sih? Sumpah, lo bener-bener berubah drastis!” kataku setengah nggak percaya.
“Hehehe... Gimana? Gue cantik nggak? Sebenernya gue sih nggak mau, cuma demi lo, pasti akan gue lakuin!” katanya pede, pede banget.
“Demi gue? Buat apaan?! Emangnya gue dijadiin rebutan lagi ya sama anak-anak?” tanyaku sedikit bingung.
“Bukan, bukan yang itu kok! Gue denger-denger dari nii-san, semalem lo dapet sms dari Icchi ya?”
“S... S... Sok tau lo! Ng... Ng.. Nggak tuh, kenal aja belom, masa maen nyamber-nyamber aja! Udah gila kali tuh orang kalo begitu!” kataku membela diri.
“Alaaaaahhhh, ketauan banget lo. Gue tuh sahabat lo, dari jaman kita masih SD. Sampe sekarang, detik ini juga, gue masih tau dan apal sifat-sifat lo! Kalo lagi ngomongin cowok yang disuka, pasti lo selalu ngelak dan gelagapan buat nyari alesan! Nah looo, ngaku deeehhh!!” katanya sambil menggodaku.
Ternyata ketahuan, ya. Pokoknya, aku nggak mau anak-anak lain tau kalo aku mulai suka sama Icchi! Cukup aku, Sayu, dan Tuhan yang tahu.
“Kamisama, kenapa kau memberikan perasaan ini padaku begitu cepat? Padahal, aku masih ingin tahu lebih banyak tentang dia...” rintihku dalam hati.
Setelah kejadian malam itu (baca: dapet sms dari Icchi), aku jadi sering sekali sms-an sama dia. Ternyata dia orangnya enak kok, enak diajak ngobrol maksudnya. Hingga kejadian naas itu pun terjadi.
“Gue boleh jujur sm lo gak?” klik, kutekan tombol send tersebut, lalu pesan tadi telah terkirim. Aku gemetar. Kutunggu balasan darinya. Satu menit, dua menit, tiga menit... Belum dibalas juga. Karena penasaran, kukirim lagi pesan untuknya.
“Lo kok gk jwb sih? Gue blh jujur gk sm lo?”
KLIK! Pesan tadi kukirim, untuknya. Lagi, kali ini dia tidak membalasnya. Inikah saatnya aku untuk diam, menangis, atau bunuh diri dengan cara yang amat tragis...?
Akhinya kubulatkan tekadku, untuk yang terakhir kalinya aku mengirim pesan singkat padanya.
Tak lama kemudian, berbunyilah HP-ku, menandakan adanya sebuah pesan. Buru-buru kuraih HP itu dan segera membuka juga membaca pesannya. Ternyata itu dari Icchi.
“Apaan sih maksud u??????” yap, begitulah katanya. Agak menusuk hati, sih. Karena dari tulisannya saja dia kelihatan seperti sedang marah atau kesal. Karena aku tak bisa lama-lama, maka kubalaslah pesan tadi padanya.
“Sebenernya, gue suka sama lo.. Gue tau ini pasti akan ketauan, tapi gue gak bs boongin perasaan gue terus2an ky gini?” kukirim pesan tersebut, padanya. Ah, aku mengatakannya. Aku suka dia. Seharusnya hal ini tidak kukatakan sekarang, tapi hatiku bilang kalau aku tidak bisa menahan semua perasaan ini.
“Oreta awai tsubasa...” HP-ku bebrunyi, kali ini pasti dia. Aku senang sekali kalau dia bisa membalas perasaanku, tapi kalau tidak? Aku tidak tahu, karena aku bukan Tuhan yang maha mengetahui.
Hatiku sakit sekali membaca pesan yang berisi amarah itu. Sebenarnya aku ingin menangis, tapi air mata tidak keluar karena aku tidak mau membebani orang lain. Aku tidak mau menangis agar orang tidak menganggapku lemah atau cengeng. Makanya setelah membaca pesan singkat tersebut akupun membalasnya dengan rasa pasrah.
“Dr awl w dah blg kl w mang sk m u. Tp hny sebatas sk blm pk hati!! N dr awl w jg dah blg klw w gk sk m cwe yg ovr!! Tp u g m dengerin/simak kata2 w!! U ttp aj ovr n nyecer w dgn ganggu2 w lwt sms pdhl dah w blg w lg byk tgs n lg malas dgn yg nama’a cwe!! Tx bgt u dah sk m w n w hargai itu!!sdkit bnyk w dah dpt info tentang u n tyt u msh byk minus’a sebagai cwe!! Kl mang w sk w, cb dong u brbh jd cwe yg bnr2 baik n g minus!! Jgn malas, rajin shlt, jgn ovr ky anak kampungan, bantu2 ortu/pembantu/org rmh u, jd cwe jgn jorok/bau/dekil/kucel, cara bicara n volume suara u jgn ky org g berpendidikan/jgn ky org kampung yg ovr norak!! Toshi kan pny k2 cwe, cb u bljr/mnt ajarin dr k2’a toshi!! Kl u dah g ada minus’a, w ykin bkn w aj yg jd sk m u tp cwo2 laen jg pst tergila2 m u!! Sms ini gk usah u bls y!! Coz ini pulsa trkhr w n w m bkin tgs/m bljr!! Tx.”
“Apakah aku benar-benar patah hati?” Pikirku dalam hati. Hatiku serasa terbakar oleh api yang membara, dan mungkin karena aku merasa seperti itu juga dadaku mulai terasa panas? Aku tidak tahu. Aku segera pergi ke kamar, dan melupakan kejadian naas tadi. Sambil tidur-tiduran di atas kasur yang empuk, aku mendengarkan lagu-lagu favoritku. Hanya lagu inilah yang dapat menenangkan hati dan pikiranku. Setelah kira-kira tiga kali lagi itu berputar, aku pun merasa mengantuk lalu melepaskan headset tersebut dari telingaku, menaruhnya di bawah bantal bersama dengan handphone-nya, sampai pada akhirnya aku tertidur pulas.
-ooOoo-
“…Sen no yoru wo koete ima anata ni ai ni yukou
Tsutaenakya naranai koto ga aru
Aisaretai demo aisou to shinai
Sono kurikaeshi no naka wo samayotte
Boku ga mitsuketa kotae wa hitotsu kowakutatte kizutsuitatte
Suki na hito ni wa sukitte tsutaerunda…”
“Say, semalem gue nembak dia,” kataku pelan.
“Oh ya? Diterima gak?” tanyanya sambil membuka kotak bekalnya.
“Emm... Yaaah, begi..” belum sempat aku meneruskan pembicaraanku, orang yang selama ini kukagumi, berjalan melewati meja di hadapanku dan Sayu. Dia segera duduk di meja bersama dengan kedua temannya, Asano dan Kojima. Letak mejanya sangat jauh, hanya saja tidak saling membelakangi, jadi kami masih bisa saling curi-curi-pandang tanpa harus menengok ke belakang. Aku masih saja memperhatikan pangeran pujaanku itu sampai-sampai Sayu menampar wajahku.
“Ayolah, ceritain semuanya ke gue! Gue penasaran nih, hehe..” katanya sambil nyengir.
“Iya, iya! Uuuhh, sakit nih muka gue! Pake lo tampar segala lagi.. Auuuuhh!”
“Hehe, maaf deh. Abisnya lo bengong gitu! Ngeliatin siapa sih lo? Si Icchi?”
Aku malu mendengar namanya terucap. Tapi aku tak boleh memperlihatkan kalau aku tadi memang melihatnya!
“Nggak, tadi ada yang hampir jatoh kepeleset kulit pisang, cuma udah ada yang nolongin hehe. Kenapa emangnya?” aku pun berbohong padanya.
“Tadi katanya lo mau ceritain ke gue, mana? Buruan kalo mau cerita! Kelas Bahasa Jepang mulainya abis istirahat! Kita gak punya banyak waktu!” katanya memaksa.
“Gak mungkin, Ki. Cewek macem lo kan biasa-biasa aja dan gak terlalu pendiem amat. Masa sih dia nolak lo begitu aja? Gak percaya gue...”
“Yeeeh, lo gak percaya! Nih, baca tuh sms dari dia! Bacanya yang bener!” kataku sembari memberinya handphone-ku yang berisi sms darinya.
“Anying, gak punya hati banget tuh cowok!” katanya mulai naik darah.
“Udahlah, biarin aja. Ntar dia juga tau hukumannya. Gue percaya hukum karma dan itu masih berlaku,” kata gue pede.
“Eh! Gila lo! Gak usah pake gebuk meja lah! Malu gue diliatin banyak orang! Udah-udah lo duduk lagi aja deh!” kataku pelan sambil menenangkannya.
“Gue gak terima lo diginiin, Ki! Lo itu sahabat gue! Gue gak suka kalo ada orang yang nyakitin lo, apalagi kalo itu cowok! Udahlah, lo gak usah deket-deket dia lagi! Emangnya dia mau bales perasaan lo? Nggak kan?!”
Aku terdiam. Membisu. Ruang kantin menjadi hening. Sepi, seperti tidak ada keramaian dan kehidupan. Di saat yang sama, di meja seseorang yang kukagumi bersama ketiga temannya terlihat ramai. Seperti tidak terjadi apa-apa, mereka tetap saja bercanda dan tertawa bersama. Aku disini hanya bisa diam tak mengeluarkan sepatah kata pun. Lalu setitik air mata mengalir ke pipiku, menandakan perasaanku hancur tak terelakkan. Raut wajahku menggoreskan perasaan sedih yang amat sangat. Tanpa sengaja kakiku bergerak perlahan lalu aku berlari menghambur keluar, meninggalkan ruang kantin nan menyedihkan dan cowok kurang ajar yang teramat menyebalkan.
"... Sono omoi ga kanawanakutatte, suki na hito ni sukitte tsutaeru Sore wa kono sekai de ichiban suteki na koto sa..."
Suasana di kelas sama suramnya seperti di kantin. Kesedihan yang menggelora dalam dada berubah ketika sahabatku itu menghampiriku di tempat dudukku.
“Ki, maafin gue ya. Gue tadi bener-bener emosi dan gue gak suka ada orang yang udah nyakitin lo tapi dia nggak mau minta maaf ke lo! Gue tau lo lagi sedih dan nggak seharusnya gue berkata begitu di kantin. Lo mau kan maafin gue?” katanya lirih.
“Gue nggak marah sama lo. T...tapi, gue bener-bener gak tau a...apa yang harus gue lakuin s...s..ekarang..” jawabku terisak-isak.
“Sekarang, lo harus lupain dia. Lo gak boleh lemah karena cinta! Liat gue sekarang! Masih ada yang sayang sama lo disini, yaitu gue! Masih ada temen-temen sekampus kita yang sayang sama lo! Masih ada orang tua lo yang sayang dan nungguin kepulangan lo dengan rasa khawatir di rumah! Lo gak boleh lemah, Ki. Lo harus kuat! Gue tau lo pasti bisa ngelupain dia, perlahan tapi pasti! Gue yakin dan percaya sama lo, gue percaya...” Sayu berkata demikian sampai dia tak sadar kalau air mata telah membasahi pipinya.
Apa yang akan terjadi kemudian? Tunggu season ke 2 dari cerpen ini dengan judul yang berbeda!
1 komentar:
ia bener panjang, cocoknya utk abg kayaknya :)
sugik.
Posting Komentar