Minggu, 13 Juni 2010

Cerpen : Sen no Yoru wo Koete part 1

Sen no Yoru wo Koete


“Aisaretai demo aisou to shinai.

Sono kurikaeshi no naka wo samayotte

Boku ga mitsuketa kotae wa hitotsu kowakutatte

Kizutsuitatte, suki na hito ni wa sukitte tsutaerunda…”


Pagi ini adalah hari yang sangat cerah. Matahari menyambut seluruh manusia di bagian barat Indonesia. Senandung kicauan burung-burung menambah keasrian lingkungan. Aku bangun dan bersiap-siap untuk berangkat ke kampus. Setelah mandi dan ganti baju, aku turun untuk sarapan bersama Ibu dan Ayah tercinta...

“Bu, Ruki berangkat ya!” teriakku sambil mengambil tas dengan mulut yang sedang mengunyah roti. Ibuku hanya mengangguk, sambil melambai tanda merelakan anaknya untuk berangkat menimba ilmu di universitas.

Sesampainya di kampus, aku menyempatkan diri ke kantin, membeli minuman kesukaanku, buavita! Lalu aku menuju ke kelas dan duduk sambil membaca buku. Tiba-tiba sahabatku, Sayu, berlari menghampiriku.

“Ki, ada kabar panas! Hah... Hah... Di kelas kita nanti bakalan ada murid baru! Hah...” katanya sambil menarik napas dalam-dalam.

“Wah? Sok tau lo! Dari mana tuh kabar?” tanyaku sambil menyeruput buavita rasa leci kesukaanku.

“Hah... Hah... Beneran! Tadi gue kan pengen liat mading yang ada selebaran audisi cosplay-nya. Karena madingnya ngelewatin ruang dosen, ya gue gak sengaja nguping pembicaraan mereka...” katanya sambil nyengir.

Dan benar saja kata Sayu, ada mahasiswa baru masuk ke kelasku. Dia cowok, tingginya sekitar 179 sentimeter. Sepertinya dia kutu buku, habisnya pake kacamata sih! Hahaha, bercanda =P.

“Selamat pagi. Namaku Ichigo Kurosaki, kalian boleh panggil aku Icchi. Aku anak kedua dari 2 bersaudara, aku punya kakak perempuan bernama Nikita, yang biasa dipanggil Nikki-nee chan. Sekian perkenalan dariku, dan mohon kerja samanya,” dia pun memperkenalkan dirinya.

Kamisama! Cakep banget tuh orang! Ki, lo musti liat dia!!” Sayu berbisik padaku.

“Hum, begitu. Gue kan belum kenal banget sama dia, jadi dia biasa aja bagi gue...” Kata-kataku sangat dingin, sampai Sayu tak kuat mendengarnya.

“Tapi liat aja, lo pasti bakal suka sama dia! Gue yakin, lo kan orangnya gampang falling in love,” ledeknya.

“Sialan! I.. Itu kan dulu, sekarang gue udah berubah! Berubah total!!” cetusku nggak mau kalah.

“Yaelah, kena karma baru tau rasa lo! Gue pegang kata-kata lo tadi, kalo lo masih kayak yang dulu, berarti lo belum berubah sepenuhnya!” katanya sambil mengajakku jabat tangan.

“Oke, siapa takut! Gue gak akan kalah! Liat aja nanti, the great Rukia Kuchiki gak akan nyeraaaahh!!”
-ooOoo-

Saat istirahat, aku mengajak Sayu makan mie ramen Pak Takumi. Kebetulan anak baru itu ada di kantin juga! Tadinya aku mau menyapanya, tapi Sayu sudah menarik tanganku lebih dulu.

“Eh, ngapain lo bengong gitu? Bukannya nyari tempat duduk!” katanya sambil menarik tanganku.

“I... Iya! Udah ah lepasin tangan gue! Gue mau beli buavita dulu!” aku pura-pura pergi ke kedai penjual minum. Tapi kakiku berjalan sendiri ke arah toilet.

“Shit! Baka... Padahal sedikit lagi gue mau ke arah dia!” kataku marah-marah di depan wastafel dan cermin. Akhirnya kutinggalkan toilet dan kembali ke kedai minuman tadi, lalu pergi ke arah meja tempat sahabatku sedang makan.

“Lama banget lo! Kemana aja sih? Kabur ya?” pertanyaannya penuh dengan kecurigaan.

“Nggak lah, tadi lo liat sendiri kan kedai minumannya penuh banget? Dari pada gue mati kegencet, gue ke toilet aja dulu,” kataku spik.

“Ya udah gih, makan dulu tuh mie lo! Keburu melar...” ujarnya sambil menyantap mie.

“Ah.. Emm... I.. Iya, gue makan kok,”

Hening sesaat, lalu ia menatapku tajam, seperti serigala mau menerkam mangsanya.

“Ngapain lo liatin gue gitu? Ada yang salah sama gue?” tanyaku sedikit sewot.

“Nggak, gue heran aja sama lo. Lo kan paling suka makan ramen! Kenapa sih? Lagi gak napsu makan?” katanya heran, tapi pasti.

“Ng... Gue cuma lagi gak enak makan aja. Gue lupa tadi pagi udah sarapan hokben, semalem nyokap gue bawain. Lo kan tau satu paket isinya udah ada nasi sama lauknya! Jadi gue masih kenyang. Kalo lo masih laper, makan aja punya gue!” kataku sambil menyodorkan ramen padanya.

“Oh, ya udah! Gue juga laper banget nih, dari kemaren gue belom makan sama sekali, paling cuma makan fettucine yang kita buat waktu itu! Itu aja gue udah kenyang, hehehe...” jawabnya nyengir.

“Nih, makan aja punya gue. Gue masih kenyang! Lo abisin ya, mubazir kalo gak di abisin!”

“Iya, iya, gue abisin! Kalo perlu mangkoknya gue lahap juga deh!” ujarnya mulai melucu.

-ooOoo-

...Anata ga boku wo aishiteru ka aishitenai ka

Nante koto wa mou docchi demo ii nda

Donna ni negai nozomou ga

Kono sekai ni wa kaerarenu mono ga takusan aru darou

Sou soshite boku ga anata wo aishiteru to iu jijitsu dake wa

Dare ni mo kaerarenu shinjitsu dakara…”

Fajar menyingsing, turun dari peraduannya, menebarkan sejuta pancaran kehangatan. Cicitan burung menyeruak ke seluruh penjuru mata angin, menebarkan romansa suka cita di hatiku. Aku melangkahkan kaki, menuju ke kamar mandi. Karena hari ini aku ada rapat bersama anak-anak personil band Water Watch, jadi aku pun harus bangun sedikit lebih pagi. Kali ini, kami rapat dadakan, di gedung FIB UI, tempat diadakannya Gelar Jepang UI tahun lalu.

Karena aku nggak mau terlambat, aku ngebut di jalan. Maklum, rumahku di daerah Cibubur, udah gitu kadang-kadang suka macet! Makanya, aku kalo ke kampus agak pagi, biar gak macet, hehehe...

Sesampainya di depan pintu FIB, anak-anak Water Watch udah nunggu. Ya ampun, apa aku terlambat? Aku kan bangun jam enam, dan perjalanan ke sini aja aku ngebut!

“Em... gue terlambat ya? Maafin gue, ini salah gue! Kalian boleh marah sama gue!” kataku sambil menunduk.

“Nggak, lo gak salah. Malah kita emang sengaja dateng dan nungguin lo di depan pintu. Kalau lo nggak dateng, kita yang repot dan sedih! Soalnya lo itu pemain keyboard terhebat yang pernah kita kenal! Susah nyariin pengganti lo, kalau lo lagi gak bisa manggung. Dan kita juga nggak mau posisi lo sebagai keyboardist di Water Watch digantiin orang lain. Belum tentu orang itu bisa mainin keyboard sebagus dan sejago lo!” kata Tecchan memujiku. Aku hanya tersenyum, dan pipiku mulai memerah tanda aku malu.

Benar juga, selama ini aku nggak pernah menyadarinya. Walaupun mereka suka memarahiku, tetapi sebenarnya mereka sayang padaku, sayang sekali. Buktinya, mereka sampai rela datang pagi-pagi hanya untuk menungguku, keyboardist andalan mereka!

“Oke, kita mulai aja rapatnya. Jadi gini, band kita dapet undangan buat manggung di pensinya SMP 9. Ini adalah usul dari kepala sekolahnya, karena beliau dapet informasi dari anak murid di SMP 9 tadi soal band kita, Water Watch! Kalo nggak salah, Rukia sama Tecchan alumni dari SMP 9 kan?” kata Rino, si vokalis.

“Em... Iya, kita alumni SMP 9. Emangnya Rino tau dari mana kalo SMP 9 mau ada pensi?” tanyaku semangat.

“Aku kan sering buka fb, jadi aku tau. Udah gitu, kebanyakan friend-ku itu orang-

orang yang suka band Jepang! Dominannya tuh yang suka band Aqua Timez! Karena band kita juga suka Aqua Timez, jadi gue bilang aja kalo kita lagi manggung juga suka bawain lagunya Aqua Timez,” katanya mantap.

“Wah, ide bagus tuh! Kebetulan, gue juga kangen udah lama nggak bawain lagu Aqua Timez. Terakhir kali kita bawain lagunya di event band Gelar Jepang UI tahun lalu,” ujar Koike si drummer.

“Gue setuju! Apalagi kalo kita bawain sad love song-nya Aqua Timez yang judulnya Sen no Yoru wo Koete! Uh... kata-katanya itu loh, dalem banget! Menyentuh hati...” kataku sedikit lebay.

“Gue mau kalo begitu. Jujur aja, gue juga suka lagu tadi! Bukan sekedar dari kata-katanya yang mendalam, tapi inti dari lagunya itu mengisahkan seseorang yang tak pernah berhenti untuk terus mengejar cinta sejatinya! Gue udah ngeliat video klipnya di YouTube...” si BigBrain jadi cerita.

“Kalo gitu kita sepakat buat bawain lagu-lagu andalan kita dengan tambahan lagu Aqua Timez. Tapi inget, lagu Aqua Timez kali ini kita nyanyiin pas pensinya udah mau selesai! Setuju?”
“SETUJUUUU...!!!!” kami pun bersorak dengan kompak.

0 komentar:

Posting Komentar

Minggu, 13 Juni 2010

Cerpen : Sen no Yoru wo Koete part 1

Diposting oleh Fitria Amanda Putri di Minggu, Juni 13, 2010
Sen no Yoru wo Koete


“Aisaretai demo aisou to shinai.

Sono kurikaeshi no naka wo samayotte

Boku ga mitsuketa kotae wa hitotsu kowakutatte

Kizutsuitatte, suki na hito ni wa sukitte tsutaerunda…”


Pagi ini adalah hari yang sangat cerah. Matahari menyambut seluruh manusia di bagian barat Indonesia. Senandung kicauan burung-burung menambah keasrian lingkungan. Aku bangun dan bersiap-siap untuk berangkat ke kampus. Setelah mandi dan ganti baju, aku turun untuk sarapan bersama Ibu dan Ayah tercinta...

“Bu, Ruki berangkat ya!” teriakku sambil mengambil tas dengan mulut yang sedang mengunyah roti. Ibuku hanya mengangguk, sambil melambai tanda merelakan anaknya untuk berangkat menimba ilmu di universitas.

Sesampainya di kampus, aku menyempatkan diri ke kantin, membeli minuman kesukaanku, buavita! Lalu aku menuju ke kelas dan duduk sambil membaca buku. Tiba-tiba sahabatku, Sayu, berlari menghampiriku.

“Ki, ada kabar panas! Hah... Hah... Di kelas kita nanti bakalan ada murid baru! Hah...” katanya sambil menarik napas dalam-dalam.

“Wah? Sok tau lo! Dari mana tuh kabar?” tanyaku sambil menyeruput buavita rasa leci kesukaanku.

“Hah... Hah... Beneran! Tadi gue kan pengen liat mading yang ada selebaran audisi cosplay-nya. Karena madingnya ngelewatin ruang dosen, ya gue gak sengaja nguping pembicaraan mereka...” katanya sambil nyengir.

Dan benar saja kata Sayu, ada mahasiswa baru masuk ke kelasku. Dia cowok, tingginya sekitar 179 sentimeter. Sepertinya dia kutu buku, habisnya pake kacamata sih! Hahaha, bercanda =P.

“Selamat pagi. Namaku Ichigo Kurosaki, kalian boleh panggil aku Icchi. Aku anak kedua dari 2 bersaudara, aku punya kakak perempuan bernama Nikita, yang biasa dipanggil Nikki-nee chan. Sekian perkenalan dariku, dan mohon kerja samanya,” dia pun memperkenalkan dirinya.

Kamisama! Cakep banget tuh orang! Ki, lo musti liat dia!!” Sayu berbisik padaku.

“Hum, begitu. Gue kan belum kenal banget sama dia, jadi dia biasa aja bagi gue...” Kata-kataku sangat dingin, sampai Sayu tak kuat mendengarnya.

“Tapi liat aja, lo pasti bakal suka sama dia! Gue yakin, lo kan orangnya gampang falling in love,” ledeknya.

“Sialan! I.. Itu kan dulu, sekarang gue udah berubah! Berubah total!!” cetusku nggak mau kalah.

“Yaelah, kena karma baru tau rasa lo! Gue pegang kata-kata lo tadi, kalo lo masih kayak yang dulu, berarti lo belum berubah sepenuhnya!” katanya sambil mengajakku jabat tangan.

“Oke, siapa takut! Gue gak akan kalah! Liat aja nanti, the great Rukia Kuchiki gak akan nyeraaaahh!!”
-ooOoo-

Saat istirahat, aku mengajak Sayu makan mie ramen Pak Takumi. Kebetulan anak baru itu ada di kantin juga! Tadinya aku mau menyapanya, tapi Sayu sudah menarik tanganku lebih dulu.

“Eh, ngapain lo bengong gitu? Bukannya nyari tempat duduk!” katanya sambil menarik tanganku.

“I... Iya! Udah ah lepasin tangan gue! Gue mau beli buavita dulu!” aku pura-pura pergi ke kedai penjual minum. Tapi kakiku berjalan sendiri ke arah toilet.

“Shit! Baka... Padahal sedikit lagi gue mau ke arah dia!” kataku marah-marah di depan wastafel dan cermin. Akhirnya kutinggalkan toilet dan kembali ke kedai minuman tadi, lalu pergi ke arah meja tempat sahabatku sedang makan.

“Lama banget lo! Kemana aja sih? Kabur ya?” pertanyaannya penuh dengan kecurigaan.

“Nggak lah, tadi lo liat sendiri kan kedai minumannya penuh banget? Dari pada gue mati kegencet, gue ke toilet aja dulu,” kataku spik.

“Ya udah gih, makan dulu tuh mie lo! Keburu melar...” ujarnya sambil menyantap mie.

“Ah.. Emm... I.. Iya, gue makan kok,”

Hening sesaat, lalu ia menatapku tajam, seperti serigala mau menerkam mangsanya.

“Ngapain lo liatin gue gitu? Ada yang salah sama gue?” tanyaku sedikit sewot.

“Nggak, gue heran aja sama lo. Lo kan paling suka makan ramen! Kenapa sih? Lagi gak napsu makan?” katanya heran, tapi pasti.

“Ng... Gue cuma lagi gak enak makan aja. Gue lupa tadi pagi udah sarapan hokben, semalem nyokap gue bawain. Lo kan tau satu paket isinya udah ada nasi sama lauknya! Jadi gue masih kenyang. Kalo lo masih laper, makan aja punya gue!” kataku sambil menyodorkan ramen padanya.

“Oh, ya udah! Gue juga laper banget nih, dari kemaren gue belom makan sama sekali, paling cuma makan fettucine yang kita buat waktu itu! Itu aja gue udah kenyang, hehehe...” jawabnya nyengir.

“Nih, makan aja punya gue. Gue masih kenyang! Lo abisin ya, mubazir kalo gak di abisin!”

“Iya, iya, gue abisin! Kalo perlu mangkoknya gue lahap juga deh!” ujarnya mulai melucu.

-ooOoo-

...Anata ga boku wo aishiteru ka aishitenai ka

Nante koto wa mou docchi demo ii nda

Donna ni negai nozomou ga

Kono sekai ni wa kaerarenu mono ga takusan aru darou

Sou soshite boku ga anata wo aishiteru to iu jijitsu dake wa

Dare ni mo kaerarenu shinjitsu dakara…”

Fajar menyingsing, turun dari peraduannya, menebarkan sejuta pancaran kehangatan. Cicitan burung menyeruak ke seluruh penjuru mata angin, menebarkan romansa suka cita di hatiku. Aku melangkahkan kaki, menuju ke kamar mandi. Karena hari ini aku ada rapat bersama anak-anak personil band Water Watch, jadi aku pun harus bangun sedikit lebih pagi. Kali ini, kami rapat dadakan, di gedung FIB UI, tempat diadakannya Gelar Jepang UI tahun lalu.

Karena aku nggak mau terlambat, aku ngebut di jalan. Maklum, rumahku di daerah Cibubur, udah gitu kadang-kadang suka macet! Makanya, aku kalo ke kampus agak pagi, biar gak macet, hehehe...

Sesampainya di depan pintu FIB, anak-anak Water Watch udah nunggu. Ya ampun, apa aku terlambat? Aku kan bangun jam enam, dan perjalanan ke sini aja aku ngebut!

“Em... gue terlambat ya? Maafin gue, ini salah gue! Kalian boleh marah sama gue!” kataku sambil menunduk.

“Nggak, lo gak salah. Malah kita emang sengaja dateng dan nungguin lo di depan pintu. Kalau lo nggak dateng, kita yang repot dan sedih! Soalnya lo itu pemain keyboard terhebat yang pernah kita kenal! Susah nyariin pengganti lo, kalau lo lagi gak bisa manggung. Dan kita juga nggak mau posisi lo sebagai keyboardist di Water Watch digantiin orang lain. Belum tentu orang itu bisa mainin keyboard sebagus dan sejago lo!” kata Tecchan memujiku. Aku hanya tersenyum, dan pipiku mulai memerah tanda aku malu.

Benar juga, selama ini aku nggak pernah menyadarinya. Walaupun mereka suka memarahiku, tetapi sebenarnya mereka sayang padaku, sayang sekali. Buktinya, mereka sampai rela datang pagi-pagi hanya untuk menungguku, keyboardist andalan mereka!

“Oke, kita mulai aja rapatnya. Jadi gini, band kita dapet undangan buat manggung di pensinya SMP 9. Ini adalah usul dari kepala sekolahnya, karena beliau dapet informasi dari anak murid di SMP 9 tadi soal band kita, Water Watch! Kalo nggak salah, Rukia sama Tecchan alumni dari SMP 9 kan?” kata Rino, si vokalis.

“Em... Iya, kita alumni SMP 9. Emangnya Rino tau dari mana kalo SMP 9 mau ada pensi?” tanyaku semangat.

“Aku kan sering buka fb, jadi aku tau. Udah gitu, kebanyakan friend-ku itu orang-

orang yang suka band Jepang! Dominannya tuh yang suka band Aqua Timez! Karena band kita juga suka Aqua Timez, jadi gue bilang aja kalo kita lagi manggung juga suka bawain lagunya Aqua Timez,” katanya mantap.

“Wah, ide bagus tuh! Kebetulan, gue juga kangen udah lama nggak bawain lagu Aqua Timez. Terakhir kali kita bawain lagunya di event band Gelar Jepang UI tahun lalu,” ujar Koike si drummer.

“Gue setuju! Apalagi kalo kita bawain sad love song-nya Aqua Timez yang judulnya Sen no Yoru wo Koete! Uh... kata-katanya itu loh, dalem banget! Menyentuh hati...” kataku sedikit lebay.

“Gue mau kalo begitu. Jujur aja, gue juga suka lagu tadi! Bukan sekedar dari kata-katanya yang mendalam, tapi inti dari lagunya itu mengisahkan seseorang yang tak pernah berhenti untuk terus mengejar cinta sejatinya! Gue udah ngeliat video klipnya di YouTube...” si BigBrain jadi cerita.

“Kalo gitu kita sepakat buat bawain lagu-lagu andalan kita dengan tambahan lagu Aqua Timez. Tapi inget, lagu Aqua Timez kali ini kita nyanyiin pas pensinya udah mau selesai! Setuju?”
“SETUJUUUU...!!!!” kami pun bersorak dengan kompak.

0 komentar on "Cerpen : Sen no Yoru wo Koete part 1"

Posting Komentar